Ramai-Ramai Orang Mendadak Jadi Pedagang, Tanda Apa Ini?



Jakarta, CNBC Indonesia - Pastinya Anda pernah membeli barang dagangan kawan atau kolega yang dijajakan di grup WA atau media sosial, atau lainnya. Saat pandemi, tren semacam ini makin pesat, saat banyak orang 'mendadak' jadi pedagang.

Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tak hanya membawa kelumpuhan ekonomi, tapi juga memaksa orang tetap bertahan di tengah himpitan kelesuan ekonomi. Kini, fenomena orang ramai-ramai berjualan secara online maupun offline makin masif di tengah pandemi covid-19.

Saat PSBB, masyarakat diminta untuk melakukan berbagai kegiatan mulai dari belajar, bekerja hingga beribadah dari rumah masing-masing. PSBB membuat ruang gerak masyarakat Tanah Air menjadi sangat terbatas. Mobilitas yang tersendat menyebabkan ekonomi menjadi mati suri hingga berdampak pada sektor bisnis. 


Tingginya angka karyawan yang dirumahkan serta terkena PHK membuat konsumen pesimis dalam mengarungi perekonomian saat ini. Maklum saja, saat pandemi kebutuhan akan tenaga kerja melorot dan membuat pendapatan 4 dari 10 orang di RI mengalami penurunan menurut survei BPS.

Namun bagi yang berpikir jernih, sebenarnya pandemi juga membawa peluang untuk berbisnis. Hal ini terlihat dari beberapa indikator. Ketika awal-awal pandemi merebak dan kebutuhan akan masker hingga hand sanitizer melonjak, banyak masyarakat yang beralih profesi atau bahkan menambah profesi menjadi penjual kebutuhan medis.

Selain itu, banyak pula UMKM yang membantu pemerintah untuk menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para tenaga medis yang membutuhkan akibat kekurangan suplai. 

Dengan landasan solidaritas dan jiwa entrepreneurship yang tinggi, orang-orang yang jeli dalam melihat peluang pada akhirnya justru mampu mendulang keuntungan di tengah pandemi. 

Hal ini tidak hanya menjaga daya beli saja tetapi juga mampu mendorong masyarakat lain untuk ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan momentum yang ada. Mengingat saat PSBB mobilitas dibatasi, dengan adanya teknologi digital masyarakat bisa memasarkan berbagai produknya melalui e-commerce.

Pasalnya saat tatap muka dan berbelanja langsung ke toko ataupun mall tidak memungkinkan, konsumen beralih dengan berbelanja online, yang dianggap praktis dan menjadi solusi atas permasalahan yang ada.

Jelas bergesernya pola perilaku konsumen ini membuat transaksi digital di e-commerce melesat signifikan. Bank Indonesia mencatat transaksi e-commerce melonjak jadi US$2,4 miliar atau meningkat 26% dari kuartal II-2019.

Sampai dengan April 2020, transaksi harian naik 4,8 juta transaksi dibandingkan rata-rata pada kuartal II-2019. Konsumen baru yang baru pertama kali belanja online saat PSBB tercatat meningkat 51%.

"Di satu sisi ekonomi global terkontraksi, tapi tidak terjadi pada teknologi digital. Kami melihat ini sebagai new growth engine," ujar Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendrata dalam diskusi virtual, Senin (6/7/2020).

"Perilaku spending masyarakat terhadap e-tailing dan e-groceries meningkat 69% dan digital payment meningkat 65%," jelas Fili.

"Inovasi sudah terjadi, digital pembayaran secara bertahap menggeser konvensional yang tadinya face to face. Aktivitas ekonomi sudah terlihat di e-commerce. Di mana peningkatannya year on year di bulan April 2020 7% dan volume naik 78%," kata Fili melanjutkan. 

Ke depan fenomena wabah akan terus mendorong adopsi teknologi digital di kalangan konsumen maupun para pebisnis mulai dari yang kalangan kecil seperti UMKM hingga korporasi dengan valuasi yang besar. 

Merebaknya pandemi dan keberadaan teknologi digital di sini berperan tidak hanya sebagai pendisrupsi tapi juga pendorong (driver) semangat entrepreneurship masyarakat dalam negeri. 

Dengan semakin banyaknya minat terhadap wirausaha dan munculnya para wirausahawan baru tentunya berdampak positif terhadap perekonomian dalam negeri karena mampu menyerap tenaga kerja. 

Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga membuat masyarakat benar-benar mulai memikirkan kondisi keuangannya. Masyarakat mulai sadar bahwa ke depan ada risiko yang harus bisa dimitigasi dengan pengelolaan keuangan yang baik. 

Hal ini mendorong masyarakat juga mulai sadar untuk melakukan investasi, terutama investasi di aset-aset keuangan seperti saham. Saat pandemi merebak investor ritel justru malah bertambah. 

Dua perusahaan sekuritas Tanah Air yang mengkonfirmasi adanya tambahan investor ritel adalah PT Indo Premier Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas. 

PT Indo Premier Sekuritas, misalnya menargetkan penambahan 40% investor ritel dengan mengembangkan aplikasi super (super apps). Sedangkan nilai transaksi ritel diperkirakan meningkat 30%.

"Kita menargetkan sekitar 40% persen penambahan nasabah ritel per hari untuk 12 bulan ke depan," kata Moleonoto The, dalam acara webinar, Rabu (3/6/2020) bulan lalu. 

Sementara itu, PT Mandiri Sekuritas mencatat, dalam 4 bulan pertama tahun ini, ada penambahan 11.000 nasabah baru untuk segmen ritel. Nilai transaksi juga meningkat hampir dua kali lipat dibanding rerata transaksi Januari 2020.

Direktur Mandiri Sekuritas, Theodora VN Manik mengatakan, pandemi Covid-19 mengubah perilaku masyarakat untuk lebih adaptif terhadap teknologi, tidak terkecuali dalam pemanfaatan teknologi untuk berinvestasi.

"Situasi saat ini mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya mengelola keuangan dengan baik guna mengantisipasi kebutuhan di masa depan," kata Theodora, Rabu (3/6/2020).

Saat ini Mandiri Sekuritas memiliki 133.000 nasabah ritel dengan 90% nasabah berinvestasi secara daring.

Ini adalah dua contoh nyata bahwa pandemi Covid-19 juga membawa disrupsi yang baik sekaligus membuka peluang untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan serta investasi di kalangan masyarakat Tanah Air. 



Bagikan